Hal Yang Tak Kita Sadari Ketika Minta Maaf Sama Ibu

0



Aku meneteskan air mata, ketika membaca tulisan ini..!

Saat kau berusia 1 tahun, ia mensusuimu dan memandikanmu, sebagai balasannya kau menangis di tengah malam.

Saat kau berusia 2 tahun, dia mengajarimu cara berjalan. Sebagai balasannya, kau kabur saat dia memanggilmu.

Saat kau berusia 3 tahun, dia memasakkan makanan kesukaanmu dengan kasih sayang. Sebagai balasannya, kau buang piring berisi makanan ke lantai.

Saat kau berusia 4 tahun, dia memberimu pensil warna. Sebagai balasannya kau coret semua dinding dan meja makan dengan pensil warna itu.

Saat kau berusia 5 tahun, dia membelikanmu pakaian-pakaian yang indah. Sebagai balasannya, kau mengotorinya dengan bermain di kobangan.

Saat kau berusia 6 tahun, dia mengantarkanmu ke sekolah. Sebagai balasannya, kau berkata, ”nggak mau, aku mau sama bibi!”

Saat kau berusia 7 tahun, dia membelikanmu mainan. Sebagai balasannya, kau lebih mementingkan mainanmu tetap bagus daripada ibumu yang bersedih.

Saat kau berusia 8 tahun, dia menginjinkanmu jajan. Sebagai balasannya, kau terus merengek dan menghabiskan uangnya.

Saat kau berusia 9 tahun, dia membayar mahal atas biaya les dan lain-lain. Sebagai balasannya, kau seringkali bolos dan bahkan sengaja meninggalkan.

Saat kau berusia 10 tahun, dia mengantarkanmu ke mana saja. Sebagai balasannya, tak ada salam ketika kau meninggalkannya.

Saat berusia 11 tahun, dia mengijinkanmu menonton bioskop atau acara lain di luar bersama teman-temanmu. Sebagai balasannya, kau memintanya duduk di barisan lain tak duduk bersama kau dan teman-temanmu.

Saat kau berusia 12 tahun, dia melarangmu untuk menonton acara dewasa. Sebagai balasannya, kau tetap menonton setelah menunggu dia keluar rumah.


Saat kau berusia 13 tahun, dia menyarankanmu memotong rambut. Sebagai balasannya, kau mengatakan, ”ibu tak tahu mode niyh. Rambut seperti ini lagi zamannya!”

Saat kau berusia 14 tahun, dia membayar biaya kemah atau tafakur alam di sekolahmu. Sebagai balasannya, kau tak pernah meneleponnya atau memberi kabar.

Saat kau berusia 15 tahun, pulang kerja ia ingin memelukmu. Sebagai balasannya, kau mengunci pintu kamarmu, kau bilang, ”saya sudah besar bu!”
Saat kau berusia 16 tahun, dia membolehkanmu mengendarai kendaraan bermotor. Sebagai balasannya, kau menyalahgunakan izin tersebut.

Saat kau berusia 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting kau malah asyik menelepon teman-temanmu yang sama sekali tidak begitu penting.
Saat kau berusia 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau akhirnya lulus SMA. Sebagai balasannya, kau berpesta semalaman hingga pagi.

Saat kau berusia 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus untuk pertama kali. Namun balasannya, kau malah meminta ibumu berhenti jauh dari gerbang kampus dan berkata, ”aku malu bu! Aku kan udah gede.”

Saat kau berusia 20 tahun, dia bertanya, ”dari mana saja kamu sehariaan nak?” lalu kau menjawab, ”Ah, Ibu cerewet sekali siyh, ingin tahu urusan anak muda aja!”

Saat kau berusia 21 tahun, dia bertanya, ”Gimana kuliahmu nak?” lalu kau menjawab, ”biasa saja, memangnya kenapa?” dengan logat acuh.

Saat kau berusia 22 tahun, dia mememlukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi. Sebagai balasannya, kau tanya padanya, ”mana hadiahnya? Katanya mau jalan-jalan saat aku lulus bu?”

Saat kau berusia 23 tahun, dia membelikanmu sebuah barang yang kau idamkan. Lalu balasannya, ”ah ibu! Kalau mau beli apa-apa untukku bilang-bilang dong! Aku nggak suka model seperti ini, aku suka yang kayak begini loh!”

Saat kau berusia 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencana di masa depan. Sebagai balasannya, kau mengeluh, ”kok pertanyaan kayak begitu?

Saat kau berusia 25 tahun, dia membantu membiayai pernikahanmu. Sebagai balasannya kau malah pindah ke luar kota meninggalkan ibumu.

Saat kau berusia 30 tahun, dia memberitahumu cara merawat bayi. Sebagai balasannya, kau malah berkata, ”Bu, sekarang zamannya sudah beda. Udah zaman modern, nggak perlu cara seperti dulu lagi.”

Saat kau berusia 50 tahun, dia sakit-sakitan dan membutuhkan perawatanmu. Sebagai balasannya, kaun malah membaca Buku Pengaruh Negatif Mengasuh Orang Tua Di Rumah Sendiri Terhadap Anak.

Dan suatu hari ia meninggal dengan tenang, dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum kamu lakukan padanya, karena mereka datang menghantam hatimu bagaikan palu Ghodam.

JIKA BELIAU MASIH ADA JANGAN LUPA MEMBERIKAN KASIH SAYANGMU LEBIH DARI YANG PERNAH DIA BERIKAN KEPADAMU.